Selasa, 27 Agustus 2019

CERPEN ( Tidurlah dan Jangan Bangun Lagi...!!! )

Akhir-akhir ini tugas kampus begitu menyita waktu istirahatku, bahkan hanya untuk sekedar tidur untuk beberapa menit saja tak bisa. Laporan, praktikum, persentasi, makalah, survey lapangan, wawancara hingga menulis artikel di blog. Blog adalah pekerjaan sampinganku, dan aku sadar harus melakukan ini untuk mendapatkan uang jajan tambahan, mengingat aku hanyalah seorang mahasiswa dari keluarga yang sederhana.

Pagi ini bunda menelpon, padahal baru saja aku menutup mata hendak tidur setelah semalaman begadang mengerjakan laporan tugas mata kuliah Kedokteran Forensik. Seperti biasa ia hanya bertanya kabarku, apakah hari ini aku kekampus, apakah aku sudah sholat shubuh, dan masih banyak pertanyaan lain yang bunda ajukan. Dan aku hanya mengungkapkan satu kata dari setiap pertanyaannya "IYA", bunda adalah seorang ibu yang sangat protektif, setiap pagi ia menelponku hanya untuk membangunkanku sholat subuh.

Bunda memang begitu, dulu saat aku masih kecil aku dan adik-adik di didik dalam asuhan bunda yang sangat ketat dan disiplin. Tak ada waktu bagi kami untuk berleha-leha dalam kemalasan, bunda tak pernah izinkan itu. Setiap pagi aku dan adik-adik akan bangun dan sholat subuh berjamaah bersama Ayah dan Bunda, lalu setelahnya kami mengaji, kemudian baru mandi dan siap-siap kesekolah. Begitulah ayah dan bunda mengajarkan pendidikan agama kepada kami sedini mungkin.

Tidak setiap anak bisa menerima dengan baik apa yang telah orang tuanya ajarkan, seperti aku contohnya, meski bunda sangat disiplin kepada kami mengenai pentingnya sholat tetap saja aku selalu lalai setelah aku tidak lagi tinggal dirumah.

Kalaupun aku sholat, itu ku lakukan saat aku dirumah. Saat liburan semester dan aku pulang kerumah, bunda akan menceramahi aku panjang kali lebar jika aku tidak sholat. Dan jika hal ini terjadi aku sangat malas dan pastinya akan berdebat dengan bunda, jadi kupikir dari pada harus mendengar ocehannya lebih baik aku sholat.

Seperti pagi ini, dia menelpon saat aku baru hendak tidur. "Bram...sudah sholat subuh nak?", tanya bunda. Aku menjawab dengan malas, "Iya".
"Pasti belum kan?". bunda bertanya lagi
"Bram...ingat nak, sholat itu tiang agama kita, dia amalan yang pertama yang akan di tanya", dan Bla...bla...bla...bunda mulai berceramah padaku.

Entah karena mengantuk atau aku sedang dibisikkan oleh setan, telpon dari bunda aku matikan begitu saja saat dia masih dengan ceramah paginya. Hp aku matikan biar bunda tidak lagi menelponku pagi ini, karena aku memang butuh istirahat setelah tiga hari ini begadang.

Pukul sepuluh pagi aku bangun, dan akan bersiap-siap kekampus, Hp sudah kuaktifkan dan begitu banyak notif pesan masuk, tapi aku tak peduli palingan itu pesan promosi makan murah dari KF*, atau dari Tel***sel, atau ya paling sms bunda tentang marahnya dia karena telponnya aku matikan tadi pagi.

Hari ini jadwalnya aku persentasi, setelah itu aku akan kelapangan untuk melakukan wawancara lagi dengan keluarga korban yang kemaren anaknya di temukan tewas di sebuah club malam, aku hanya butuh wawancara sebentar dan setelahnya aku pulang untuk melanjutkan tidur yang belum cukup.

Sebuah telpon masuk, kukira itu dari bunda karena mungkin ia akan melanjutkan episode kultumnya. Ternyata dari Dian, Dian adalah pacarku, kami baru pacaran sekitar tiga bulan yang lalu. Dian seorang mahasiswi dari fakultas Ekonomi yang sebenarnya masih adik tingkatku, kami berkenalan dari sebuah seminar nasional yang di taja oleh kampus kami. Dian gadis yang menurutku adalah gadis yang baik dan dari keluarga yang baik-baik, selama kami pacaran tidak pernah sekalipun ia memberiku kesempatan untuk mencium pipinya. Bahkan untuk memegang tangannya saja terkadang ia suka marah-marah.

Tapi meskipun Dianku begitu, aku sangat mencintainya, dan diapun begitu padaku. Pernah suatu kali aku menanyakan padanya mengapa ia mau sama aku yang seorang mahasiswa kere ini, dia bilang kalau dia suka dari aku karena pernah secara tak sengaja ia membaca sms dari bunda yang menyuruhku untuk sholat. Baginya, ia berpikir bahwa aku adalah lelaki yang baik, yang di cari-carinya selama ini, pastilah orang tuaku mendidikku menjadi lelaki yang taat akan perintah Tuhannya, dan Dian percaya menempatkan hatinya padaku.

Lalu, apakah aku lelaki seperti apa yang ada di pikirannya Dian? Sama sekali tidak, justru aku merasa akulah lelaki yang paling jahat perilakunya. Aku suka minum-minum, berjudi kadang, bahkan ketempat hiburan malam lainnya, aku tidak seorang pecandu Narkoba, karena aku seorang mahasiswa kedokteran jadi sedikit banyaknya aku tau bahaya dan besarnya resiko mengonsumsi narkoba. Cuma aku terlalu pintar menutupi semuanya dari Bunda dan Dian.

Malam ini Dian mengajakku ketemuan di sebuah restoran cepat saji yang dekat dengan kampus kami, katanya ia rindu tak bertemu denganku setelah beberapa minggu. Memang akhir-akhir ini aku sangat sibuk dengan tugas kuliah yang tak ada akhirnya, apalagi ini adalah minggu terakhir perkuliahan sebelum masuk ujian semester. Jadi kupikir Dian memang betul, kami perlu bertemu. Setelah pulang dari wawancara sorenya, aku pulang dan mandi. Bakda ashar sudah berlalu sejam yang lalu, aku pulang dan bersiap-siap untuk kencan malam ini, aku harus kelihatan rapi dan wangi dimata Dian, karena Dian tidak suka lelaki yang kotor dan bau.

"Wahh...rapi benar Bram, mau jumpa Dian ya?", sapa Toni teman se kosku yang melihat aku sudah berpakaian rapi.
"Iya nih Ton", jawabku singkat
"Enggak sholat magrib dulu?", Toni menimpali
"Nanti sajalah Ton", jawabku lagi
"Nantikan waktunya habis, magribkan sebentar saja waktunya Bram", celotehnya lagi
"Kamu udah kayak bunda aku aja ya Ton", aku mulai kesal.
"Ya, sebagai teman aku kan berkewajiban menasehatimu?", imbuhnya
"Ya sudah aku pergi dulu..Bye" jawabku sambil berlalu.

Toni hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuanku, aku tak peduli lalu pergi. Aku menjemput Dian kekosnya, dia bertanya "udah sholat magrib Bram?".
"Sudah", jawabku singkat. Aku tak mau berdebat dengannya lagi, cukup sudah Toni menceramahiku, jangan lagi Dian.

Malam itu kami makan dan bercerita panjang lebar, ia memaklumi kesibukanku akhir-akhir ini hingga kami tak punya waktu untuk bertemu. Dan ia juga bertanya kabar bunda padaku, aku bilang baik-baik saja. Aku memang belum mengenalkannya pada bunda, tapi Dian sudah mengenal bundaku, aku selalu bercerita tentang bunda padanya, atau dia yang selalu mendesakku untuk menceritakan bunda padanya.

Setelah kami makan, dan jalan-jalan sebentar lalu kami pulang, malam masih panjang. Setelah aku mengantar Dian pulang, kuputuskan untuk tidak langsung pulang kekos, melainkan singgah sebentar ke club sekedar minum beberapa gelas untuk menghilangkan kepuyengan kepalaku dikarenakan rutinitas kampus.

Malam itu aku tak mabuk, langsung saja aku pulang setelah minum sedikit. Sesampainya dikos, kos sudah sepi, anak-anak yang lain sudah pada tidur tak terkecuali Toni. Aku kedapur dan mengambil minum di kulkas, pikiranku tiba-tiba melayang kepada bunda. Ada rasa bersalah dihatiku, tidak seharusnya aku berlaku tidak sopan padanya tadi pagi. Aku buka pesan dan memang ada pesan bunda dikotak masuknya.
"Bram,,anak bunda yang bunda sayangi, maafkan bunda jika selama ini terlalu keras mendidik kalian, bunda suka maksa Bram untuk sholat. Bukan apa-apa nak, bunda ingin Bram menjadi lelaki yang baik seperti Ayah, bunda ingin Bram nantinya menjadi suami yang mengantarkan keluarganya kesurga, bukan apa-apa, bunda hanya ingin anak bunda selamat dunia akhirat, karena jika bunda dan ayah telah tiada, kami mungkin tidak bisa meninggalkan kalian dengan harta warisan yang berlimpah, hanya bekal ilmu agama yang kami ajarkan kekalianlah yang akan menjadi warisan kami untuk kalian. Sekali lagi maafkan bunda nak".

Sebenarnya ada rasa sedih dihatiku membaca pesan bunda itu, tapi kuanggap lalu saja pesannya. Mungkin besok aku harus menelponnya dan minta maaf. Sekarang aku harus tidur karena malam telah larut.

Entah berapa lama aku tertidur, aku seperti berada dalam tidur yang panjang dengan mimpi-mimpi aneh, aku mengalami mimpi dimana dalam mimpi tersebut aku seperti melihat semua kehidupanku yang selama ini aku jalani. Seperti saat masa kanak-kanak dulu, sekolah, remaja, hingga kuliah. Aku seperti dilihatkan semua memori yang sudah berlalu dalam hidupku, termasuk memori terakhir saat aku menyakiti hati bunda. Aku tiba-tiba terbangun saat kudengar sayup-sayup sebuah adzan berkumandang. Ahh sudah subuh pikirku.

Pagi ini aku akan sholat, setelah sekian lama kutinggalkan. Kukira aku harus mengubah semuanya, aku akan nurut apa kata bunda, aku akan jadi anak yang baik, anak lelaki yang seperti bunda harapkan. Tapi dikamar ini gelap, mungkinkah sedang mati lampu pikirku, aku meraba-raba ponselku untuk mencari penerangan dan sesekali memanggil Toni, barangkali ia bisa membantuku.

Tapi ada yang aneh, ini bukan kamarku, disekitarku seperti berair dan becek, aku seperti berada disebuah kubangan lumpur. Tiba-tiba sebuah titik cahaya mulai muncul dan mulai menerangi tempat dimana aku duduk meraba-raba ponselku, dan sontak saja aku kaget melihat sekitarku, terlebih aku melihat pakaianku "Aku terbangun dengan kain KAFAN"....



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEBUAH EPISODE KEHIDUPAN

Malam hampir larut, jalanan sudah sepi semenjak setengah jam yang lalu. Pintu-pintu ruko yang berjejer di sepanjang jalan sudah mulai dit...